500 Ribu Pasien Indonesia Berobat ke Malaysia

Masyarakat Indonesia menjalani pelayanan kesehatan tidak hanya di tanah air. Pada 2023 lalu jumlah penduduk Indonesia yang melakukan pengobatan di Malaysia sebanyak 500 ribu.

"Tahun lalu 500 ribu secara keseluruhan (pasien) dari Indonesia. Berobat ke RS KPJ 160 ribu tahun lalu," kata Deputy General Manager Health Tourism RS Kumpulan Perobatan Johor (KPJ) Malaysia Farah Delah Suhaimi, Kamis (27/6/2024).

Farah menyebut hingga pertengahan 2024 sudah ada 100 ribu lebih pasien yang berobat ke RS KPJ Malaysia. Diperkirakan jumlah pasien dari tanah air lebih banyak dari tahun sebelumnya.

Baca artikel detikjatim, "500 Ribu Pasien Indonesia Berobat ke Malaysia Selama Tahun 2023" selengkapnya https://www.detik.com/jatim/berita/d-7412403/500-ribu-pasien-indonesia-berobat-ke-malaysia-selama-tahun-2023.

IDI Ungkap Alasan Banyak Warga RI Berobat ke Malaysia-Singapura

Jakarta, CNBC Indonesia - Berobat ke luar negeri merupakan tren yang sudah lama berkembang di kalangan masyarakat Indonesia. Umumnya, negara yang menjadi tujuan berobat warga Indonesia adalah Malaysia dan Singapura. Ternyata, ada banyak faktor yang mendasari keputusan mereka untuk memilih luar negeri sebagai tempat untuk pengobatan.

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr Adib Khumaidi mengungkap sejumlah alasan orang Indonesia banyak berobat ke Malaysia dan Singapura. Selain karena obat dan transportasi lebih murah, menurutnya ada kenyamanan pasien dalam melakukan komunikasi dengan dokter.

"Kami sekarang selalu mengatakan kemampuan komunikasi pada dokter di Indonesia harus ditingkatkan, karena salah satu dasar pasien berobat ke luar negeri, berobat ke Malaysia, atau Singapura, itu salah satunya karena faktor komunikasinya yang mereka anggap lebih enak di sana daripada di Indonesia," kata Adib seperti dikutip detikcom, beberapa waktu lalu.

"Kenapa pembiayaan murah? Karena ada kebijakan negara, regulasi negara soal free tax khususnya pelayanan kesehatan kepada masyarakat," pungkas dr Adib.

 

Jokowi: 1 Juta Warga Indonesia Masih Berobat ke Luar Negeri

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti darurat tenaga kesehatan di Indonesia. Dia menyebut, rasio dokter di Indonesia ada di level 0,47 jika dibandingkan dengan jumlah penduduk di Tanah Air.  Akibat rasio yang sangat rendah tersebut, banyak warga Indonesia yang akhirnya memilih mencari pengobatan di luar negeri. 

 

"Ada 1 juta lebih warga negara kita berobat ke luar negeri, ke Singapura, Malaysia, Jepang, Amerika, Eropa," ujar Presiden saat menghadiri Rakernas Kesehatan di ICE BSD, Tangerang, Rabu (24/4/2024). 

"Dan kita kehilangan US$11,5 miliar, kalau dirupiahkan itu Rp 180 T hilang karena warga kita tidak mau berobat di dalam negeri. Pasti ada alasan kenapa enggak mau."

Presiden menyadari, Indonesia punya PR besar dalam memajukan sektor kesehatan di Indonesia. Selain mengejar ketertinggalan jumlah dokter, Jokowi menyebut Indonesia juga harus mendorong industri farmasi di Tanah Air. Apalagi saat ini sebagian besar bahan baku industri farmasi masih impor.

"Kemudian 52% alkes (alat kesehatan) kita juga belum (produksi sendiri). Urusan yang kecil-kecil ini harus kita berani memproduksi sendiri."

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyinggung soal target Indonesia Emas 2024. Untuk mencapai target itu, kata dia, dibutuhkan masyarakat Indonesia yang kuat dan sehat. 

Kementerian Kesehatan, kata Budi, memiliki program transformasi kesehatan yang pendekatannya melibatkan semua sektor untuk mendukung pencapaian Indonesia Emas 2024.

"Pendekatan harus digerakkan dalam bentuk movement di mana semua social capital dirajut membangun masyarakat yang sehat," ucap Menkes. 

Mengacu standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), rasio jumlah dokter, termasuk dokter umum dan spesialis, yang ideal, yaitu 1/1000 atau 1 dokter per 1000 penduduk. Apabila sebuah negara berhasil memenuhi "golden line" tersebut, maka dapat dikategorikan berhasil dan bertanggung jawab kepada rakyatnya di bidang kesehatan.

Angka terakhir yang di dapatkan dari WHO dan juga World Bank, rasio Indonesia berada di 0,47/1000. Angka ini membawa Indonesia menempati posisi ketiga terendah di ASEAN setelah Laos 0,3/1000 dan Kamboja 0,42/1000.